PRODUKSI KALIMAT
Studi
tentang produksi kalimat tidak dapat dilakukan secara langsung. Tidak mungkin
kita, misalnya, membedah tengkorak untuk mengetahui di mana dan bagaimana
aliran elektrik pada neuron kita itu terjadi. Karena itu, studi mengenai
produksi kalimat hanya dapat dilakukan secara tidak langsung. Kita
mengobservasi kalimat yang diujarkan, kita cermati bagaimana kalimat itu
diujarkan, di mana pembicara senyap (pause), di mana dia ragu, dan mengapa dia
senyap dan ragu, serta kesalahan-kesalahan apa yang dibuat oleh pembicara ini.
Kesenyapan
dan keraguan dalam ujaran terjadi karena pembicara lupa kata-kata apa yang dia
perlukan, atau dia sedang mencari kata yang paling tepat, dan lain sebagainya.
Kesalahan yang berupa kilir lidah seperti kelapa
untuk kepala menunjukkan bahwa kata
ternyata tidak tersimpan secara utuh dan orang harus mengetahuinya (Meyer
2000:51). Kenyataan bahwa kilir lidah bisa memindahkan kata tanpa infleksinya (the weekends f r maniacs terkilir
menjadi the maniac for weekends di
mana –s tidak ikut pindah dengan maniac) menunjukkan bahwa mental kita
memproses kata dan infleksinya secara terpisah. Begitu juga kilir lidah yang
dinamakan transposisi (thank of gas
menjadi gas of thank) menunjukkan
bahwa kita merencanakan ujaran beberapa langkah kata ke depan.
Marilah
kita kaji bagaimana gejala-gejala ini dapat kita pakai sebagai bukti bagaimana
manusia itu berujar.
1.
Senyapan
dan kilir lidah
Yang dipakai untuk
menyimpulkan proses mental yang terjadi pada waktu kita berujar ada dua macam,
yaitu : senyapan (pause) dan kekeliruan (errors).
a.
Senyapan (pause)
Pengujaran yang ideal
terwujud dalam suatu bentuk ujaran yang lancar, sejak ujaran itu dimulai sampai
ujaran itu selesai. Kata-katanya terangkai dengan rapi, diujarkan dalam suatu
urutan yang tak terputus, dan kalaupun ada senyapan, senyapan itu terjadi pada
konstituen-konstituen yang memang memungkinkan untuk disenyapi. Intonasinya pun
merupakan suatu kesatuandari awal sampai akhir. Akan tetapi, ujaran ideal
semacam ini tidak selamanya dapat kita buat. Tidak semua orang dapat berbicara
selancar ini untuk semua topik pembicaraan. Pada umumnya orang berbicara sambil
berpikir sehingga makin sulit topik yang dibicarakan, makin besar jumlah
senyapan yang muncul.
Ø Macam
Senyapan
Ketidak-siapan maupun keberhati-hatian
dalam berujar terwujud dalam dua macam senyapan yaitu: (1) senyapan diam, dan
(2) senyapan terisi. Pada senyapan diam, pembicara berhenti sejenak dan diam
sajadan setelah menemukan kata-kata yang dicari dia melanjutkan kalimatnya.
Ø Letak
Senyapan
Letak senyapan yang telah
disepakati oleh para ahli (Clark & Clark 1977: 267) :
1)
Jeda gramatikal yaitu
tempat senyap untuk merencanakan kerangka maupun konstituen pertama dari
kalimat yang akan diujarkan. Senyapan seperti ini cenderung lama dan sering,
serta dipakai untuk bernafas.
2)
Batas konstituen yang
lain
Pada batas antara satu konstituen
dengan konstituen yang lain orang juga bisa senyap karena di sinilah orang
merencanakan rincian dari konstituen utama berikutnya, misalnya, FN, FV, FP
mana yang cocok untuk kerangka kalimat yangtelah terbentuk. Perencanaan seperti
ini tentunya memerlukan waktu dan karena itulah senyapan muncul. Senyapan di
sini umumnya berupa senyapan terisi.
3)
Sebelum kata utama
dalam konstituen
Setelah kerangka
terbentuk, maka konstituen harus diisi dengan kata-kata.
b.
Kekeliruan
Kekeliruan dalam wicara
dapat disebabkan oleh kilir lidah. Yang pertama kekeliruan itu terjadi karena
kita tidak memproduksi kata yang sebenarnya kita kehendaki. Kita memproduksi
kata lain, kita memindah-mindahkan bunyi, atau kita mengurutkan kata secara
keliru.
Ø Kilir
Lidah
Kilir lidah dalah suatu fenomena
dalam produksi ujaran di mana pembicara “terkilir” lidahnya sehingga kata-kata
yang diproduksi bukanlah kata yang dia maksudkan. Ada dua macam kilir lidah
yaitu :
1)
Kekeliruan seleksi,
yang terbagi atas 3 bagian yakni : (1) seleksi semantik yang keliru, (2)
malaproprisme, dan (3) campur kata (blends).
2)
Kekeliruan asembling,
yaitu bentuk kekeliruan di mana kata-kata yang dipilih sudah benar, tetapi
asemblingnya keliru. Salah satu bentuk kekeliruan ini adalah apa yang dinamakan
transposisi.
Ø Afasia
Afasia adalah suatu penyakit wicara
di mana orang tidak dapat berbicara dengan baik karena adanya penyakit pada
otaknya. Penyakit ini umumnya muncul karena orang tersebut mengalami stroke,
yakni sebagian dari otaknya kekurangan oksigen sehingga bagian tadi menjadi
cacat.
c.
Unit-unit pada kilir
lidah
Secara garis besar, unit-unit pada
kilir lidah terbagi atas :
Ø Kekeliruan
Fitur Distingtif
Kilir lidah yang unitnya adalah fitur
distingtif terjadi bila yang terkilir bukannya suatu fonem, tetapi hanya fitur
distingtif dari fonem itu saja.
Ø Kekeliruan
Segmen Fonetik
Kekeliruan segmen fonetik merupakan
kekeliruan yang paling umum, ia dapat mencapai 60-90% (Meyer 2000: 52). Dari
jumlah ini lebih dari 80% menyangkut konsonan yang merupakan onset pada kata. Suatu hal menarik dari
kekeliruan seperti ini adalah implikasinya terhadap sistem penyimpanan kata.
Kalau kata tersimpan dalam memori kita secara utuh mengapa dapat terjadi
kekeliruan seperti ini, kekeliruan di mana kata itu terpecah-pecah dalam bentuk
bunyi dan karenanya salah satu bunyi itu dapat terlepas dan diganti dengan
bunyi lain.
Ø Kekeliruan
Sukukata
Tidak mustahil pula bahwa
kekeliruan terjadi pada suku kata. Dalam hal ini hampir selalu yang tertukar itu
adalah konsonan pertama dari suatu suku dengan konsonan pertama dari suku lain.
Ø Kekeliruan
Kata
Kekeliruan ini terjadi bila yang
tertukar tempat adalah kata. Pada umumnya orang menyadari bila dia telah
membuat kekeliruan seperti ini dan mengoreksinya. Akan tetapi, kadang-kadang
kekeliruan itu berlalu tanpa pembicara menyadarinya.
2.
Lupa-lupa
ingat dan latah
Ada satu gejala lain
dalam wicara yang berkaitan dengan ingatan kita. Kadang-kadang manusia tidak
ingat sepenuhnya akan suatu kata yang mungkin sudah lama tidak dia pakai. Akan
tetapi dia tidak lupa benar kata itu. Dalam bahasa indonesia diistilahkan
sebagai gejala “lupa-lupa ingat”.
Dari penelitian yang
dilakukan oleh beberapa ahli, maka dapat disimpulkan bahwa dalam gejala lupa-lupa
ingat tampaknya ada pola tertentu yang diikuti orang, yakni:
a. Jumlah
suku kata selalu benar
b. Bunyi
awal kata itu juga benar
c. Hasil
akhir kekeliruan ini mirip dengan kata yang sebenarnya
Gejalah
lain yang unik adalah gejalah latah. Latah adalah suatu tindak kebahasaan di
mana seseorang, waktu terkejut atau dikejutkan mengeluarkan kata-kata secara
sepontan dan sadar dengan apa yang dia katakan. Latah mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Konon
latah hanya terdapat di Asia Tenggara
b. Pelakunya
hampir selalu wanita
c. Kata-kata
yang terkeluarkan umumnya berkaitan dengan seks atau alat kelamin pria atau
jantan
d. Kalau
kejutannya berupa kata, maka silatah juga hanya bisa mengulang kata itu saja.dkan.
3.
Proses
Pengujaran
Setelah
proses konseptualisasi dilakukan untuk menentukan maksud yang akan disampaikan,
kemudian retrival lema telah diputuskan, dan informasi gramatikalnya pun juga
selesai dibuat (tentunya semuanya dalam mental kita!), maka sampailah kita
kepada arrtikulasinya, yakni bagaimana mewujudkan ujaran itu dalam bentuk bunyi
yan g akan dimengerti interlokutor (rekan berbicara) Seperti yang kita
maksudkan.
4.
Artikulasi
Kalimat
Proses
artikulasi untuk bunyi disesuaikan dengan keadaan aparatus (alat) ujaran
kita saat itu. Kecepatan ujaran tentu
saja mempengaruhi proses ini karena makin cepat seseorang berbicara, makin
sedikitlah waktu yang dimilikinya untuk memproses semua intruksi. Sebagai akibatnya,
bunyi-bunyi itu makin tidak akurat dan bahkan bisa pula terjadi kekeliruan. Dalam
bahasa Inggris, misalnya ungkapan di A sering terucap sebagai B dalam ujaran
yang cepat.
5.
Bagaimana
Kekeliruan Terjadi
Karena
kecepatan ujaran atau karena alasan-alasan yang lain bisa saja kata atau
kalimat yang diujarkan itu menjadi keliru.
0 komentar:
Post a Comment
BERKOMENTARLAH DENGAN BAIK DAN SOPAN!