Sejarah Singkat Sulawesi Tengah
Sebelum terbentuknya daerah otonom Sulawesi Tengah, kekuasaan
pemerintahan masih dipegang oleh raja-raja yang tersebar di seluruh Sulawesi
Tengah. Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah pada masa itu merupakan sebuah Pemerintahan
Kerajaan, terdiri dari Tujuh Kerajaan di wilayah Timur dan Delapan Kerajaan di
wilayah Barat, dan raja-raja ini mempunyai daerah dan kekuasaan
sendiri-sendiri. Namun dengan adanya perkembangan sistem pemerintahan kerajaan
dan hubungan sosial ekonomi (perdagangan), maka kerajaan-kerajaan ini
perlahan-lahan mendapat pengaruh dari luar, antara lain dari kerajaan Bone,
Gowa, Luwu, Mandar dan Ternate. Bahkan pada akhir abad XIX kerajaan di Wilayah
Sulawesi Tengah sudah ada yang menjalin hubungan dengan luar negeri seperti
Portugis, Spanyol dan VOC (Belanda).
Semenjak tahun 1905, wilayah Sulawesi Tengah seluruhnya jatuh ke tangan Pemerintahan Hindia Belanda, dari Tujuh Kerajaan Di wilayah Timur dan Delapan Kerajaan Di wilayah Barat, kemudian oleh Pemerintah Hindia Belanda dijadikan Landschap-landschap atau Pusat-pusat Pemerintahan Hindia Belanda yang meliputi, antara lain:
Semenjak tahun 1905, wilayah Sulawesi Tengah seluruhnya jatuh ke tangan Pemerintahan Hindia Belanda, dari Tujuh Kerajaan Di wilayah Timur dan Delapan Kerajaan Di wilayah Barat, kemudian oleh Pemerintah Hindia Belanda dijadikan Landschap-landschap atau Pusat-pusat Pemerintahan Hindia Belanda yang meliputi, antara lain:
1.
Poso
Lage di Poso
2.
Lore
di Wianga
3.
Tojo
di Ampana
4.
Pulau
Una-una di Una-una
5.
Bungku
di Bungku
6.
Mori
di Kolonodale
7.
Banggai
di Luwuk
8.
Parigi
di Parigi
9.
Moutong
di Tinombo
10.
Tawaeli
di Tawaeli
11.
Banawa
di Donggala
12.
Palu
di Palu
13.
Sigi/Dolo
di Biromaru
14.
Kulawi
di Kulawi
15.
Tolitoli
di Tolitoli
Pada mulanya
hubungan tersebut masih bersifat lunak dalam bentuk hubungan persahabatan
dagang, tetapi lama kelamaan hubungan tersebut makin mengikat dengan berbagai
perjanjian. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk menaklukkan sebagian
raja-raja di Sulawesi Tengah. Bahkan raja yang tidak mau tunduk dibawah
kekuasaannya dipaksa melalui peperangan. Pada zaman pemerintahan Belanda awal
abad XX pulau Sulawesi dibagi atas dua provinsi yaitu Sulawesi Selatan dengan
ibukota Makassar dan Sulawesi Utara dengan ibukota Manado. Setiap provinsi
dibagi menjadi afdeling dan setiap afdeling dibagi menjadi onder afdeling serta
setiap onder afdeling terdiri dari beberapa kerajaan.
Dengan
datangnya pemerintahan Jepang tahun 1942 di Sulawesi Tengah praktis berlaku
administrasi pemerintahan militer yang tidak jauh beda dengan Belanda. Dari
organisasi dan para raja inilah timbul ide untuk membentuk daerah otonom
Sulawesi Tengah. Pada tahun 1949 lima belas orang raja yang memerintah di 15
kerajaan di Sulawesi Tengah mengadakan pertemuan di Tentena untuk membicarakan
perlunya dibentuk daerah otonom Sulawesi Tengah yang wilayahnya terdiri dari 15
kerajaan tersebut. Sebagai koordinator/ketua dari 15 dewan raja tersebut
dipilih R. M. Pusadan yang juga sebagai Kepala Daerah Otonom dengan ibu kota
Poso. Pemerintahan dewan raja ini hanya berlangsung hingga tahun 1950. Melalui
PP No. 33 tahun 1952 Sulawesi Tengah yang tadinya hanya satu kabupaten dengan
ibukota Poso, dibagi lagi menjadi dua daerah administratif setingkat kabupaten
yaitu kabupaten Poso dengan ibukota Poso dibawah pimpinan Kepala Daerah Abdul
Latif Daeng Masikki dan Kabupaten Donggala dengan ibukota Palu di bawah
pimpinan Kepala Daerah Intje Naim Daeng Mamangun. Keadaan kedua Wilayah ini berlangsung
hingga tahun 1956.
Pada bulan Juli
1957 Permesta memproklamirkan berdirinya Provinsi Sulawesi Utara (melepaskan
diri dari Gubernur Sulawesi di Makassar) yang mencakup wilayah Sulawesi Tengah
dengan Gubernur H. D. Manoppo. Namun para tokoh masyarakat Sulawesi Tengah dari
berbagai aliran dan golongan serta para pemuda tidak setuju dengan tindakan
indisiplier Permesta tersebut. Para tokoh yang tergabung dalam GPPST (Gerakan
Penuntut Provinsi Sulawesi Tengah) bertekad untuk mempertahankan daerah
Sulawesi Tengah serta memperjuangkan Provinsi Sulawesi Tengah yang otonom. Pada
tahun 1959 berdasarkan UU No. 29 tahun 1959, Keresidenan Koordinator Sulawesi
Tengah yang tadinya hanya membawahi dua kabupaten, dirubah menjadi empat
kabupaten, yaitu:
1.
Kabupaten
Donggala dengan ibukota Palu
2.
Kabupaten
Tolitoli dengan ibukota Tolitoli
3.
Kabupaten
Poso dengan ibukota Poso
4.
Kabupaten
Banggai dengan ibukota Luwuk.
Sedangkan bekas Kewedanaan Buol yang tadinya masuk wilayah
Kabupaten Gorontalo digabungkan ke dalam wilayah daerah Kabupaten Buol Tolitoli
tahun 1960. Status Propinsi Administratif Sulawesi berakhir pada tahun 1960
yang ditetapkan dengan UU No. 47 tahun 1960 dan secara otonom membagi Sulawesi
menjadi Provinsi Sulawesi Selatan Tenggara dengan ibukota Makassar dan Provinsi
Sulawesi Utara Tengah dengan ibukota Manado. Dalam kurang lebih sepuluh tahun
sejarah perjuangan pembentukan Provinsi Sulawesi Tengah, oleh Pemerintah Pusat
dikenal delapan macam konsepsi. Dari kedelapan konsepsi tersebut yang disetujui
dan diterima oleh Pemerintah Pusat adalah "Konsepsi Mahasiswa Sulawesi
Tengah" atau juga dikenal sebagai "Konsepsi Rusdi Roana-Rene
Lamakarate". Akhirnya pada tahun 1964 melalui PERPU No. 2 tahun 1964
tentang pembentukan Provinsi Sulawesi Tengah dengan ibukota Palu, yang disahkan
dengan UU No. 13 yang diundangkan pada tanggal 23 September 1964, dan berlaku
surut tanggal 1 Januari 1964 (LN No. 64 tahun 1964) yang wilayahnya meliputi:
1.
Kabupaten
Poso = 24.122 Km2
2.
Kabupaten
Donggala = 23.496 Km2
3.
Kabupaten
Banggai = 13.163 Km2
4.
Kabupaten
Buol Tolitoli = 7.261 Km2
Tahun 1964 dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
Nomor 2 Tahun 1964 terbentuklah Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah yang meliputi
empat kabupaten yaitu Kabupaten Donggala, Kabupaten Poso, Kabupaten Banggai dan
Kabupaten Buol Toli-toli. Selanjutnya Pemerintah Pusat menetapkan Provinsi
Sulawesi Tengah sebagai Provinsi yang otonom berdiri sendiri yang ditetapkan
dengan Undang undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Pembentukan Provinsi Daerah
Tingkat I Sulawesi Tengah.
Dengan perkembangan Sistem Pemerintahan dan tuntutan Masyarakat
dalam era Reformasi yang menginginkan adanya pemekaran Wilayah menjadi
Kabupaten, maka Pemerintah Pusat mengeluarkan kebijakan melalui Undang-undang
Nomor 11 tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 51 Tahun 1999
tentang pembentukan Kabupaten Buol, Morowali dan Banggai Kepulauan. Kemudian
melalui Undang-undang Nomor 10 Tahun 2002 oleh Pemerintah Pusat terbentuk lagi
Kabupaten baru di Provinsi Sulawesi Tengah yakni Kabupaten Parigi Moutong.
Dengan demikian hingga saat ini berdasarkan pemekaran Wilayah Kabupaten di
Provinsi Sulawesi Tengah, menjadi sepuluh Daerah yakni :
1.
Kabupaten
Donggala berkedudukan di Donggala, luas wilayah 10.471,71 Km2
2.
Kabupaten
Poso berkedudukan di Poso, luas wilayah 8.712,25 Km2
3.
Kabupaten
Banggai berkedudukan di Luwuk, luas wilayah 9.672,70 Km2
4.
Kabupaten
Tolitoli berkedudukan di Tolitoli, luas wilayah 4.079,77 Km2
5.
Kota
Palu berkedudukan di Palu, luas wilayah 395,06 Km2
6.
Kabupaten
Buol berkedudukan di Buol, luas wilayah 4.043,57 Km2
7.
Kabupaten
Morowali berkedudukan di Kolonodale luas wilayah 15.490,12 Km2
8.
Kabupaten
Banggai Kepulauan berkedudukan di Banggai, luas 9.672,70 Km2
9.
Kabupaten
Parigi Moutong berkedududkan di Parigi, luas wilayah 6.231,85km2
10.
Kabupaten
Tojo Una-Una berkedudukan di Ampana, luas wilayah 5.721,51 km2
Pada tanggal 13 April 1964, di Palu dilangsungkan upacara serah
terima Daerah Keresidenan Koordinator Sulawesi Tengah dari Gubernur J. F.
Tumbelaka selaku bekas penguasa Sulawesi Utara Tengah kepada Gubernur Anwar
Datuk Mojo Basa Nan Kuning selaku Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah yang
pertama, sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 36 tahun 1964
tanggal 13 Pebruari 1964.
Berikut beberapa Gebernur yang pernah memimpin daerah Provinsi
Sulawesi Tengah sejak periode tahun 1981 – sekarang:
1.
Anwar
Datuk, Periode Tahun 1964-1968
2.
M.
Yasin, Periode Tahun 1968-1973
3.
A. R. Tambunan, Periode Tahun
1973-1978
4.
Moenafri,
Periode Tahun 1978-1979
5.
R.
H. Eddy Djajang, Periode Tahun 1979-1980
6.
Eddy
Sabara, Periode Tahun 1980-1981
7.
H.
Galib Lasahido, Periode Tahun 1981-1986
8.
H.
A. A. Lamadjido, Periode Tahun 1986-1991 dan Periode Tahun 1991-1996
9.
H.
B. Paliudju, Periode Tahun 1996-2001
10.
H. Aminuddin Ponulele, Periode Tahun 2001-2006
11.
H.
B. Paliudju, Periode Tahun 2006-2011
12.
H.
Longki Djanggola, Periode Tahun 2011-2016
Demikian postingan tentang sejarah singkat sulawesi tengah, semoga bermanfaat buat teman-teman semua...
Sumber: http://sulteng.go.id
0 komentar:
Post a Comment
BERKOMENTARLAH DENGAN BAIK DAN SOPAN!