RESUME BUKU SEJARAH LOKAL BAB I (PENGARANG DR. SUGENG PRIYADI, M. HUM.)
BAB
I
KONSEP SEJARAH LOKAL
KONSEP SEJARAH LOKAL
a.
Sejarah
Nasional Sebagai Hasil Konsensus
Konsensus dalam pemakaian istilah
sejarah nasional Indonesia sebagai sejarah wilayah republik Indonesia dan
sejarah daerah sebagai wilayah provinsi di tempuh agar lebih mempermudah untuk
menamakan suatau karya sejarah. Kedua Istilah tersebut memang mengandug unsur
anakronisme karena Indonesia atau nasional Indonesia merupakan suatu fenomena
baru dalam kehidupan berbangtsa dan bernegara. Sejarah nasional atau sejarah
nasional Indonesia (selanjutnya disingkat SNI) dan sah kedudukanya secxara
ilmiah apabila membahas sejak pertengahan awal abad ke-20, yaitu sejarah yang
mencakup zaman dari seluruh wilayah republic Indonesia (Abdullah,1985:12-13). Pertengahan
awal abad ke-20 merupakan kesepakatan yang cenderung diterima karena consensus
dan secara normatif, bukan didasarkan atas logis subject matter, tetapi
tuntutan ideologis.
Masalah anakronisme memang cenderung mengacaukan antara pengujian disiplin ilmu sejarah dengan consensus. Istilah yang harus ditinjau ulang adalah persoalan jenjang hirarki daerah secara administrative politrik, yang meliputi provinsi, kabupaten, kawedan, kecamatan,desa, atau kelurahan, yang selalu diposisikan sebagai binary opposition dengan pusat (kuntowijoyo,2001:15).
b.
Unit
Administratif Politis
Konsep yang pertama adalah unit
administrative pilitis,yang dapat diterima sebagai ruang sejarah local apabila
penelitian dan penulisan sejarah itu berkaitan dengan sejarah politik yang
menyangkut wilayah local, contohnya banyumas sejak tahun 1831 dibentuk sebagai
keresidenan, yang kemudian secara hirarkis juga dibentuk kabupaten
(regentschappen), kawedan (distrik), dan kexcamatan (onderdistrik).banyumas
menjadi bagian daerah mancanegara kilen mataram (kuta gedhe,plered,karta,dan
Surakarta) (aminuddin, 2003). Wilayah banyumas pada zaman demak, sudah berubah
dengan kemunculan pasir dan wirasaba sebagai Negara daerah, yang disusul
banyumas sebagai Negara daerah panjang.ahli sejarah belum memakai istilah
mancanegara kilen pada masa demak-panjang. Contoh judul, misalnya,sejarah
kabupaten purwakerta (1832-1936), menunjukan priode colonial belanda setelah
lepas dari kasunan Surakarta (van groenendael,1987:20) dan tidak ada
anakronisme.
c.
Unit Kesatuan
Etniskultural
Konsep yang kedua adalah unit
kesatuan etniskultural, yang memang bisa diberlakukan dengan mudah didaerah
banyumas karena pada masa lampau mempunyai identitas masing-masing sebagi
kesatuan etniskultural, misalnya, Negara daerah, (padmaspuspita,1966:40-42),
kerajaan pasirluhure, dan selarong ruang banyumas secara legendaris dinyatakan
oleh babad banyumas versi mertadiredja (priyadi,1995; sedyawati, 1997:173) dan
babad pasir dengan ungkapan tugu mengangkang sindara-sumbing sebagai batas
timur dan udhug-udhug krawang sebagi batas barat (priyadi, 2008).
kemudian, ada konsep selarong untuk ruang banyumas.ruang yang terakhir ini bersentuhan dengan kota lama banyumas sebelum dibuka adipati warga utama II atau adipati mrapat.selarong adlah legenda pra-banyumas sebagai ruang yang berada disuatu wilayah yang dikelilingi bukit dan gunung0gunung kecil. Konsep selarong identic dengan sangsang buwana (tempat yang dikelilingi bukit) atau kuwala katubing kala (masyarakat yang dijauhkan dari malapetaka) (priyadi,2000:124).
kemudian, ada konsep selarong untuk ruang banyumas.ruang yang terakhir ini bersentuhan dengan kota lama banyumas sebelum dibuka adipati warga utama II atau adipati mrapat.selarong adlah legenda pra-banyumas sebagai ruang yang berada disuatu wilayah yang dikelilingi bukit dan gunung0gunung kecil. Konsep selarong identic dengan sangsang buwana (tempat yang dikelilingi bukit) atau kuwala katubing kala (masyarakat yang dijauhkan dari malapetaka) (priyadi,2000:124).
d. Unit Administratif Sebagai Kumpulan
Etnis kultural
Konsep yang ketiga adalah unit
administrative sebagai etniskultural. Konsep yang ketiga ini sering tidak
disadari bahwa dalam ruang tertentu terdapat dua atau berbagvai etnis.
pada penulisan sejarah kontemporer, di kabupaten seperti cilacap terdapat sejarah etnis-etnis, baik jawa maupun sunda. Kabupaten ciloacap sendiri secara administratif politik baru hadir pada dua pertiga abad ke-19, sedangkan pada masa sebelumnya memang ada kabupaten majenang dihapuskan pada tahun 1832 dan raden tumenggung prawiranegara dibuang ke padang.dan kemudian majenang digabungkan dengan kabupaten ajibarang.
pada penulisan sejarah kontemporer, di kabupaten seperti cilacap terdapat sejarah etnis-etnis, baik jawa maupun sunda. Kabupaten ciloacap sendiri secara administratif politik baru hadir pada dua pertiga abad ke-19, sedangkan pada masa sebelumnya memang ada kabupaten majenang dihapuskan pada tahun 1832 dan raden tumenggung prawiranegara dibuang ke padang.dan kemudian majenang digabungkan dengan kabupaten ajibarang.
e.
Kesadaran
Sejarah
` Berdasarkan perkembangan sejarah
lokal, unit kesadaran historis cenderung bersifat dinamis dan selalu bergerak.
Pusat perkisaran sejarah lokal akan lebih mengarah kepada kelampauan yang khas.
Sebagai contoh, RRI purwokerto, misalnya, mempunyai program siaran berita
regional. Yang dimaksud dengan berita-berita regional adalah berita-berita
daerah di suatu provinsi sehingga muncul istilah regional jawa tengah dari
berbagai kabupaten. Di sisi lain, sejarah regional melampaui batas politik
nasional, misalnya, ada sejarah regional asia tenggara. Istilah sejarah
regional merupakan gejala pengkromoan atau kromoisasi dari istil;ah sejarah
daerah. Jadi pengertian sejarah regional itu tampak mendua (abdullah,1985:14)
f.
Sejarah
Lokal Istilah Netral Dan Tunggal
Karena istilah sejarah daerah dan
sejarah regional cenderung biasa, mjaka perlu di ciptakan istilah yang bersifat netral dan tunggal (abdullah,1985:14)
pengertian lokal tidak berbelit-belit seperti daerah dan regional. Kota merupakan
perkembangan dari suatu atau beberapa desa, misalnya, kota purwakerta awalnya
adalah persekutuan empat desa yangt terkienal dengan konsep mancapat (van
ossenbruggen, 1975;koentjaraningrat, 1982:204), yaitu purwakerta wetan,
purwakerta kidul, purwakerta kulon, dan purwakerta lor.
Mazhab leicester menyatakan bahwa sejarah lokal adalah asal-usul, pertumbuhan, kemunduran, dan kejatuhan dari kelompok masyarakat lokal. Mazhab tersebut memeng mengaitkan sejarah lokal dengan kemunduran dan kejatuhan meskipun pada dasarnya sejarah mengalami perubahan, baik mengarah kepada kemajuan maupun kemunduran dan kejatuhan.
Mazhab leicester menyatakan bahwa sejarah lokal adalah asal-usul, pertumbuhan, kemunduran, dan kejatuhan dari kelompok masyarakat lokal. Mazhab tersebut memeng mengaitkan sejarah lokal dengan kemunduran dan kejatuhan meskipun pada dasarnya sejarah mengalami perubahan, baik mengarah kepada kemajuan maupun kemunduran dan kejatuhan.
Oleh: Masri (Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Tadulako)
0 komentar:
Post a Comment
BERKOMENTARLAH DENGAN BAIK DAN SOPAN!